Kejadian buruk di Tangkuban Parahu

Kami berangkat pagi-pagi agar memiliki banyak waktu untuk mengunjungi tiga tempat sekaligus. Tujuan pertama adalah Tangkuban Perahu yang ada di Kabupaten Bandung Barat. Sebelumnya kami mencari info di inet tentang cara ke sana, yaitu naik angkot kuning jurusan Cikole kemudian nego sama abang angkotnya buat anterin kita ke puncaknya. Tapi,,, saat itu ada dua mobil yang ngetem, satu angkot kuning jurusan Cikole dan satu lagi angkot merah ati yang mirip L300 entah jurusan mana. Mereka mengatakan angkot merah ati itu bisa mengantar ke Tangkuban Parahu langsung, jadi lah kita memilih angkot itu. Sebelum angkotnya jalan, kami tanya dulu soal harganya, katanya IDR 20K ke Tangkuban Parahu (saat itu yang ada dalam pikiranku adalah sampai ke puncaknya). 

Setibanya di gerbang Tangkuban Parahu, ternyata tiga penumpang lainnya yang akan ke Subang dan lainnya diturunkan, alasannya mau mengantar kami ke puncak. Lalu, kami pun membayar tiket masuk sebesar IDR 30K. Selama perjalanan menuju puncak, supirnya terus berbicara tentang armada lain yang akan menuju puncak dengan menyebut biayanya, bahkan supir tersebut menawarkan diri untuk menunggu kami dan jika kami berkenan mau mengantar ke kebun teh. Tapi kami tidak langsung meng-iya-kan. Sesampainya di puncak, kami kembali menanyakan harga ke supir tadi jika ingin pulang pergi menggunakan jasanya. Aku katakan padanya bahwa IDR 40K untuk PP, supirnya bilang iya-iya saja. Karena itulah kami merasa, wah supirnya baik banget memberi kami harga yang murah. Setelah itu kami pun foto-foto di puncak kawah.
Setelah puas berfoto, kami pun memutuskan untuk kembali dan kami tidak jadi ke kebun teh karena tidak termasuk dalam rencana awal kami. Dalam perjalanan pulang kami mempersiapkan dana sebesar IDR 90K untuk biaya nya, seharusnya IDR 80K tapi kami tambahkan IDR 10K karena merasa supir ini baik. Namun tiba-tiba di tengah jalan, supir itu menghentikan mobilnya dan berkata kepada kami, "Jadi ongkosnya 28 ya, nenk". Belum tersadar sepenuhnya dengan maksud 28 yang di sebut si supir tadi, tiba-tiba temanku langsung menyahut. Ternyata, 28 yang dimaksud adalah IDR 280K, jadi per orangnya IDR 140K. Haaahhh??? kenapa jadi IDR 140K? bukannya kesepakatan awalnya IDR 40K untuk ongkos PP per orang? Jadi, si supir ini asal tebak harga kayanya, masa IDR 20K sampai ke gerbangnya, ke puncaknya biaya lagi IDR 50K per orang. Kami tidak terima karena merasa di tipu, jelas-jelas di awal kami sudah menanyakan kesepakatan biaya nya. Kalau harganya sebesar itu kami lebih memilih naik angkot Cikole dan menunggu angkot penuh. 

Supir tersebut debat dengan temanku. Jujur saja, aku cukup kaget ternyata temanku ini bisa berdebat juga, maklum selama ini yang aku tahu dia kadang malas berdebat dengan orang. Perdebatan masih berlangsung di dalam mobil, bahkan supir nya bermaksud membawa kami kembali ke Tangkuban Parahu, wait, whaatt??? ngapain??? katanya mau membuktikan kalau harga dari gerbang sampai ke puncak memang IDR 50K. Mau di tanyakan ke petugas sana. Mending beneran ditanyain ke petugasnya, lah kalau dibawa kemana gimana coba,,, Kami pun langsung membuka pintu mobil dan keluar. Perdebatan kembali terjadi di luar mobil. Bukannya kami tidak mau membayar, yang dijadikan dasar dari pembayaran adalah kesepakatan awal yang telah dibicarakan sebelumnya. Aku jadi berpikir, mungkin alasan si supir tadi membicarakan armada lain yang membayar lagi ketika perjalanan ke puncak adalah ini, jadi maksudnya kita harus bayar lagi. Lah,,, mana kita ngerti,,, dari awal si supir juga ngga bilang ongkos ke puncak IDR 50K. Hadeeuhhh,,, kejadian ini membuat mood kami rusak. 

Kami tetap tidak bersedia bayar karena harga yang di ajukan si supir bukanlah kesepakatan awal. Jadi kami tetap memberikan uang sebesar IDR 90K. Beruntung ketika angkot itu berhenti kami sudah ada di Cikole, jadi ada angkot jurusan Cikole-Lembang yang lewat. Akhirnya kami langsung naik angkot kuning itu menuju Lembang, sedangkan si supir marah-marah dan langsung pergi begitu melihat kami naik angkot lain. Bahkan dia sempat mengatakan ke supir yang kami naiki bahwa kami kurang bayar. Untung supir angkot Cikole tidak menanggapi apa pun. Sejujurnya aku merasa kasihan juga sama supir itu, salahnya kenapa tidak di katakan di awal kalau ada biaya lain. Padahal dari awal aku sudah tanyakan mengenai ongkos nya... Biarlah ini jadi pelajaran. Kalau ke tempat pariwisata yang tidak ada angkutan khusus ke sana, paksa si supir sepakat dengan kesepakatan harga di awal, kalau si supir mengatakan "gampang nenk, ongkosnya belakangan" mending ngga usah naik angkotnya, karena sudah pasti si supir bakal nembak harga.




 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Tangerang menuju Karawang: perjalanan kereta yang tak sampai

The Man From Nowhere

Keputusanku ke Pare